Sabtu, 26 Juni 2010
Minggu, 13 April 2008
SEMINAR TUNJUK AJAR MELAYU
Melayu Kepulauan Riau (Kepri), satu dari kebudayaan puak besar Melayu, sepertinya menuju kedalam kegamangan budaya. Seperti mengikis marwah sendiri dan melupakan pepatah tua, "Adat hidup dinegeri orang, arif menyimak pantang dan larang, adat hidup dinegeri sendiri, arif menjaga marwah diri".
Satu sikap menjaga marwah diri adalah menjaga keutuhan budaya. Mempertahankan citarasa sejati nilai-nilai semangat dan geliat positif yang menjadi warisan turun-temurun. Seperti nilai keterbukaan, nilai senasib-sepenanggungan, nilai senenek-semoyang, nilai seadat-sepusaka, sepucuk setali darah, nilai sesampan-sehaluan serta nilai menegakkan marwah dalam musyawarah dan menegakkan daulat dalam mufakat.
Setapak langkah yang harus dilakukan agar lingkar budaya Melayu tak terputus adalah memperkuat rasa peduli terhadap dinamika budaya itu sendiri. Terus memupuk semangat berbudaya dan menjadikannya sebagai acuan yang dapat membangun semangat untuk diri sendiri dan masyarakat sekitar. Jangan sampai pancang Melayu Kepri tercabut dari tanahnya sendiri, akibat masyarakat Melayu meninggalkan adat dan resamnya. Jadilah tuan dinegeri sendiri.
Berpijak dari itu, Tenas Effendy Foundation (TEF) Kepri beberjasama dengan DPD Kepri dan Pemda Provinsi Kepri berniat menaja sebuah pertemuan budaya yang bermuatan Pendidikan melibatkan pihak-pihak yang peduli dengan Pendidikan kebudayaan Melayu Kepulauan Riau, khususnya kebudayaan yang menyangkut aspek peningkatan prilaku, budipekerti mulya, ahlak, Jiwa pemimpin sejadi yang santun dan berbudi pekerti dan menjunjung tinggi kebudayaan Melayu Kepulauan Riau. Kejayaan bangsa Melayu dulu saat ini hanya meninggalkan pesan moral dan budaya yang pastinya mencerminkan peradaban Melayu secara filosofis, sosial, budaya dan ekonomi.
“ Tema Mengangkat Tunjuk Ajar Melayu dijadikan Muatan Local Kepulauan Riau”.
Raja tidak membuang daulat
Datuk tidak membuang marwah
Penghulu tidak membuang tuah
Hulubalang tidak membuang kuat
Alim tidak membuang kitab
Tukang tidak membuang bahan
Cerdik tidak membuang pandai
(Tenas Effendi)
Satu sikap menjaga marwah diri adalah menjaga keutuhan budaya. Mempertahankan citarasa sejati nilai-nilai semangat dan geliat positif yang menjadi warisan turun-temurun. Seperti nilai keterbukaan, nilai senasib-sepenanggungan, nilai senenek-semoyang, nilai seadat-sepusaka, sepucuk setali darah, nilai sesampan-sehaluan serta nilai menegakkan marwah dalam musyawarah dan menegakkan daulat dalam mufakat.
Setapak langkah yang harus dilakukan agar lingkar budaya Melayu tak terputus adalah memperkuat rasa peduli terhadap dinamika budaya itu sendiri. Terus memupuk semangat berbudaya dan menjadikannya sebagai acuan yang dapat membangun semangat untuk diri sendiri dan masyarakat sekitar. Jangan sampai pancang Melayu Kepri tercabut dari tanahnya sendiri, akibat masyarakat Melayu meninggalkan adat dan resamnya. Jadilah tuan dinegeri sendiri.
Berpijak dari itu, Tenas Effendy Foundation (TEF) Kepri beberjasama dengan DPD Kepri dan Pemda Provinsi Kepri berniat menaja sebuah pertemuan budaya yang bermuatan Pendidikan melibatkan pihak-pihak yang peduli dengan Pendidikan kebudayaan Melayu Kepulauan Riau, khususnya kebudayaan yang menyangkut aspek peningkatan prilaku, budipekerti mulya, ahlak, Jiwa pemimpin sejadi yang santun dan berbudi pekerti dan menjunjung tinggi kebudayaan Melayu Kepulauan Riau. Kejayaan bangsa Melayu dulu saat ini hanya meninggalkan pesan moral dan budaya yang pastinya mencerminkan peradaban Melayu secara filosofis, sosial, budaya dan ekonomi.
“ Tema Mengangkat Tunjuk Ajar Melayu dijadikan Muatan Local Kepulauan Riau”.
Semoga niat baik ini mendapat sambutan yang hangat bagi semua pihak, dan bagi yang ingi berpatisipasi silakan menghubungi kami.
Raja tidak membuang daulat
Datuk tidak membuang marwah
Penghulu tidak membuang tuah
Hulubalang tidak membuang kuat
Alim tidak membuang kitab
Tukang tidak membuang bahan
Cerdik tidak membuang pandai
(Tenas Effendi)
Jumat, 28 Maret 2008
KEGIATAN SEMINAR
Sumbangan pemikiran DR. H. Tenas Effendy di dunia kemelayuan banyak memberikan sumbangan positif bagi orang-orang Melayu. Pemikiran-pemikiran Tenas Effendy mengenai Melayu yaitu di antaranya:
1.
Bahwa untuk menghadapi masa depan, yang penuh cabaran dan tantangan diperlukan budaya yang tangguh untuk melandasi sikap dan perilaku masyarakat pendukungnya agar menjadi manusia tangguh. Oleh karena itu, budaya Melayu yang memiliki nilai-nilai luhur yang Islami yang sudah teruji kehandalannya, harus dikekalkan dengan menjadikannya sebagai “jatidiri” bagi masyarakatnya. Nilai-nilai budaya ini diyakini mampu mengangkat marwah, harkat dan martabat kemelayuan dalam arti luas. Di dalam resam Melayu, nilai-nilai yang dimaksud dipaterikan ke dalam ungkapan-ungkapan adat, yang disebut sebagai “Sifat yang Duapuluh Lima”, atau “pakaian yang Duapuluh Lima”. Jika sifat atau pakaian itu dijadikan sebagai “jatidiri” , tentu akan menjadi “orang” yang “sempurna” lahiriah dan batiniah.
2.
Bahwa untuk menjaga nilai kegotoroyongan, nilai tenggang rasa, dan nilai keberasamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka yang perlu dilakukakan adalah menjaga nilai-nilai asas persebatian Melayu (Perekat Kehidupan Bermasyaraka, Berbangsa dan Bernegara). Hal ini selaras dengan ungkapan adat Melaya yang mengatakan: “Hidup sebanjar ajar mengajar, hidup sedusun tuntun menuntun, hidup sekampung tolong-menolong, hidup senegeri beri memberi, hidup sebangsa rasa merasa”
Pengaruh pemikiran Tenas Effendy tidak hanya di Indonesia saja, tapi juga meliputi wilayah Asia Tenggara, khususnya negara-negara tetangga yang dihuni oleh sebagian orang-orang Melayu, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand.
1.
Bahwa untuk menghadapi masa depan, yang penuh cabaran dan tantangan diperlukan budaya yang tangguh untuk melandasi sikap dan perilaku masyarakat pendukungnya agar menjadi manusia tangguh. Oleh karena itu, budaya Melayu yang memiliki nilai-nilai luhur yang Islami yang sudah teruji kehandalannya, harus dikekalkan dengan menjadikannya sebagai “jatidiri” bagi masyarakatnya. Nilai-nilai budaya ini diyakini mampu mengangkat marwah, harkat dan martabat kemelayuan dalam arti luas. Di dalam resam Melayu, nilai-nilai yang dimaksud dipaterikan ke dalam ungkapan-ungkapan adat, yang disebut sebagai “Sifat yang Duapuluh Lima”, atau “pakaian yang Duapuluh Lima”. Jika sifat atau pakaian itu dijadikan sebagai “jatidiri” , tentu akan menjadi “orang” yang “sempurna” lahiriah dan batiniah.
2.
Bahwa untuk menjaga nilai kegotoroyongan, nilai tenggang rasa, dan nilai keberasamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka yang perlu dilakukakan adalah menjaga nilai-nilai asas persebatian Melayu (Perekat Kehidupan Bermasyaraka, Berbangsa dan Bernegara). Hal ini selaras dengan ungkapan adat Melaya yang mengatakan: “Hidup sebanjar ajar mengajar, hidup sedusun tuntun menuntun, hidup sekampung tolong-menolong, hidup senegeri beri memberi, hidup sebangsa rasa merasa”
Pengaruh pemikiran Tenas Effendy tidak hanya di Indonesia saja, tapi juga meliputi wilayah Asia Tenggara, khususnya negara-negara tetangga yang dihuni oleh sebagian orang-orang Melayu, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand.
BUKU MELAYU
Daftar buku ini adalah hasil karya Bapak DR. H. Tenas Effendy yang selanjutknya dikelolah oleh TenasEffendy Foundation untuk dilestarikan agar dapat bermanfaat bagi orang banyak, serta berguna sebagi salah satu pedoman untuk pengembangan kebudayaan Melayu di Dunia.
Karya-karya Tenas Effendy yang ditulis dalam buku-buku yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri, antara lain:
1. Ragam Pantun Melayu (Pekanbaru, 1985)
2. Nyanyian Budak dalam Kehidupan Orang Melayu (Pekanbaru, 1986)
3. Nyanyian Panjang Sastra Lisan Orang Petalangan (Buku I, II, III, IV, dan V Pekanbaru, 1998)
4. Menumbai: Upacara Tradisional Mengambil Madu Lebah di Daerah Riau (Pekanbaru, 1989)
5. Ungkapan Tradisional Melayu Riau (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1989)
6. Adat Istiadat dan Upacara Perkawinan di Bekas Kerajaan Pelalawan (Pekanbaru, 1990)
7. Kelakar Dalam Pantun Melayu (Pekanbaru, 1990)
8. Tunjuk Ajar dalam Pantun Melayu (Pekanbaru, 1990)
9. Pakaian Adat Melayu Riau dan Filosofi yang terkandung Didalamnya (Pekanbaru, 1992)
10. Nyanyian Panjang : Sastra Lisan Orang Petalangan Riau yang berkaitan dengan Kesejarahan atau Tambo Pesukuan dan Hutan Tanah Wilayatnya (Pekanbaru,1993)
11. Sastra Lisan Daerah Riau yang mengandung Nilai Kegotongroyongan dan Tenggang Rasa. (Pekanbaru, 1993)
12. Pantun Sebagai Media Dakwah dan Tunjuk Ajar Melayu (Pekanbaru, 1993)
13. Kumpulan Ungkapan Melayu Riau. (Pekanbaru, 1994)
14. Tunjuk Ajar Melayu, Butir-Butir Budaya Melayu Riau (Dewan Kesenian Riau, Pekanbaru, 1994)
15. Kebudayaan Melayu Riau dan Permasalahannya (Pekanbaru, 1994)
16. Lancang Kuning dalam Mitos Melayu Riau. (Pekanbaru, 1970)
17. Seni Ukir Daerah Riau (Pekanbaru, 1970)
18. Kesenian Riau (Pekanbaru, 1971)
19. Syair Perang Siak, Versi Siak dan Pelalawan (Pekanbaru, 1971)
20. Hulu balang Canang (Pekanbaru, 1972)
21. Kubu Terakhir, Perjuangan Rakyat Riau Melawan Portugis (Pekanbaru, 1973)
22. Kelakar Dalam Pantun Melayu (Pekanbaru, 1988)
23. Silsilah Raja-Raja Melayu di Kerajaan Johor, Riau Lingga dan Pahang (Pekanbaru, 1990)
24. Tunjuk Ajar Dalam Pantun Melayu (Pekanbaru, 1990)
25. Pandangan Orang Melayu Terhadap Anak (Pekanbaru, 1989)
26. The Orang Petalangan Of Riau And Their Forest Environment. Tenas Effendy (International Institute For Asian Studies,The Netherlands, 2002)
27. Lambang-Lambang Dalam Seni Bangunan Tradisional : Refleksi Nilai Budaya Melayu (Tanjung Pinang, 1986)
28. Bujang Tan Domang (Ecole Francaised Exfremi Orient The Toyota Fondation Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1997)
29. Ejekan Terhadap Orang Melayu Riau dan Pantangan Orang Melayu Riau (Pekanbaru, 1994/1995)
30. Bela Pelihara Anak (Universitas Islam Riau Press, Pekanbaru, 2002)
31. Syair Nasib Melayu (Singapore, 2002)
32. Ungkapan Tradisional Daerah Riau Yang Berkaitan Dengan Pembangunan (Pekanbaru, 1989)
33. Cerita Rakyat Dari Indragiri Hilir (Pekanbaru, 1990)
34. Banjir Darah di Mempusun (Pekanbaru, 1970)
35. Tenunan Siak (Pekanbaru, 1971)
36. Datuk Pawang Perkasa (Pekanbaru, 1973)
37. Raja Indra Pahlawan (Pekanbaru, 1970)
38. Lintasan Sejarah Kerajaan Siak (Pekanbaru, 1981)
39. Hang Nadim (Pekanbaru, 1982)
40. Lambang dan Falsafah dalam Arsitektur Tradisional dan Ragam Hias Daerah Riau (1986)
41. Cerita-Cerita Rakyat Daerah Riau (Pekanbaru, 1987)
42. Bujang Si Undang (Pekanbaru, 1988)
43. Sutan Peminggir (Pekanbaru, 1988)
44. Upacara Tepung Tawar (Pekanbaru, 1968)
45. Orang Talang Di Riau (Pekanbaru, 1994)
46. Selayang pandang Tentang Nibung dan Serindit (Pekanbaru, 1991)
47. Lambang dan Falsafah dalam Pakaian Adat Melayu Riau. (Pekanbaru, 1987)
48. Khasanah Pantun Adat Melayu (Pekanbaru, 1986)
49. Kubu Terakhir. (Pekanbaru, 1980)
50. Zapin di Kerajaan Pelalawan (Pekanbaru, 1996)
51. Marwah Johor Di Kerajaan Pelalawan (Pekanbaru, 1995)
52. Upacara Mandi Air Jejak Tanah Petalangan (Pekanbaru, 1984)
53. Upacara Menumbai Di Pohon Sialang (Pekanbaru, 1982)
54. Bermain Bono di Sungai Kampar (Pekanbaru, 1984)
55. Adat Berladang di Kerajaan Pelalawan (Pekanbaru, 1984)
56. Persebatian Melayu (Pekanbaru, 1989)
57. Tak Melayu Hilang Di Bumi (Pekanbaru, 1980)
58. Upacara Besolang Simbol Kegotongroyongan Orang Melayu (Pekanbaru, 1978)
59. Dari Pekantua Ke Pelalawan (Lintasan Sejarah Kerajaan Pelalawan, Pekanbaru, 1987)
60. Pamakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu (Melaka, Malaysia, 1999)
61. Tunjuk Ajar Petuah Orang Tua-tua (Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, 1995)
62. Sultan Mahmud Syah I (Marhum Kampar) Dalam Mitos Rakyat Pelalawan (Pekanbaru, 2002)
63. Pemakaian Ungkapan Dalam Perkawinan Melayu (Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, Yogyakarta, 2004)
64. Tunjuk Ajar Dalam Pantun Melayu (Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, Yogyakarta, 2004)
65. Tunjuk Ajar Melayu (Butir-Butir Melayu Riau) (Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, Yogyakarta, 2004)
66. Pantun Nasehat (Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, Yogyakarta, 2005)
Karya karya lain masih banyak lagi dan masih belum diterbitkan.
Kamis, 27 Maret 2008
MOU dengan ISMA Malakka
MOU dengan Melayu Singapore
Penandatangan MOU dengan pihak Singapore kerjasama dengan Majelis Pusat Pertumbuhan - Pertumbuhan Budaya Melayu Singapura.
Dengan nama tuhan yang maha penyayang lagi Maha Pengasih,Memorandum persefahaman ini di metera Yayasan Tenas Effendy, Riau, Indonesia dengan Majelis Pusat Pertumbuhan - Pertumbuhan Budaya Melayu Singapura:
1. Memeroka aspek kerjasama dua hala dalam bidang kebahasaan, kesusasteran, kebudayana, pendidikan dan pemikiran Melayu.
2. Merancang dan melaksanakan kegiatn bersama unuk faedah para anggota masing-masing demi meninjau amalan terbaik dari segi bahasa dan kebudayan untuk di jadikan bahan pendidikan di sekolah, instusi awam dan suasta keperluan awam
3. Memhimpun dana bagi penyelidikan, latihan kemahiran dan pemupukan keahlian dalam bidang kebudayaan Melayu
4. Menjalani hubungan dengan mana-mana pihak yang beribawa dan memiliki tujuan serupa di dalam dan diluar ratusan Alam melayu, dalam bidang-bidang bersama, khususnya Kebudayaan dan peradaban rumpun Melayu.
5. Menyediakan kemudahan, geran (biaya) atau sarana bagi membantu anggota masing-masiang yang terlibat kerjasama dua hala.
6. Semua ransangan kerjasama dan peromosi kebudayaan melayu di indonesia hendaklah menerusi Yayasan Tanes Effendy dan begitulah juga dengankerjasama di Singapura hendaklah menerusi Majlis pusat pertumbuhan-pertumbuhan Budaya Melayu Singapura.
Semoga Tuhan memberkati usaha kita yang yang di sepakati ini dan akan berkuat kuasa sebagai tanggung jawap moral dan keihsanan kedua-dua pihak bermula pada 25 Ogos 2007 bersamaan 12 Syaaban 1428 H.
Langganan:
Postingan (Atom)